Sabtu, 08 Desember 2012

Juha dan Bach

Juha dan Bach
            Juha adalah seorang remaja kelas 1 SMA. Ia berasal dari keluarga kurang mampu. Ayahnya adalah seorang petani dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Juha merupakan anak ke-2 dari 4 bersaudara.
            Juha tidak terlalu pandai dalam ilmu pengetahuan, namun ia merupakan seorang pekerja keras. Sepulang sekolah biasanya Juha membantu ayahnya bertani. Abangnya sudah pergi merantau, semantara kedua adiknya adalah perempuan yang masih duduk di tingkat SMP. Kedua adiknya hanya membantu ibu mereka dirumah.Jadi Juha dan ayahnyalah yang bertani di ladang setiap hari. Jika tak ada lagi yang harus dikerjakan di ladang, Juha biasanya mencari uang dengan cara lain, contohnya dengan mencari ikan di sungai lalu menjualnya atau membantu memanen kelapa sawit dan karet. Ya, setiap hari pahitnya keringat pasti dirasakannya, walau begitu manisnya hasil dari kepahitan itu membuatnya tak ingin angkat tangan atas keluarganya.
            Keinginan Juha adalah untuk merantau, nanti setelah tamat SMA, sama seperti abangnya, namun abangnya pergi merantau saat masih beranjak SMA. Juha juga ingin merantau ke tempat yang sama seperti abangnya, yaitu Jakarta. Sejak kecil. Juha selalu ingin meniru abangnya, selalu ingin sama dengan abangnya. Segala upaya dilakukannya untuk menyamai “Bach” abangnya. Tetapi ia selalu gagal, abangnya tampak bagai cahanya baginya dan ia bayangannya. Setaipa Juha mengeluh pada ayah atau ibunya mereka pasti menjawab, “sudahlah kamu kan lahir belakangan.” Ya, Juha dan abangnya Bach adalah kembar. Oleh sebab itulah, Juha ingin seperti abanganya, walaupun selalu gagal. Tetapi baginya, tekadnya merantau seperti abnagnya, tidak boleh gagal.

Hari ini tiba bagi Juha untuk pergi merantau, Ia telah lama menabung untuk ongkos kendaraan. Setelah berpamitan dengan keluarganya, ia pun berangkat. Ia mengemban 2 tugas dalam perantauannya, tugas yang pertama berasal dari orangtuanya sekaligus menjadi tugas terpenting bagi dirinya sendiri. Tugas itu adalah untuk mencari Bach. Tugas keduanya adalah untuk mencari pekerjaan dan meneruskan pendidikan.
            2 hari perjalanan darat dan laut telah dilaluinya, Juha kini telah berda di Jakarta. Hal pertama yang dicarinya dalah mencari Bach. Ia tak menemukannya pada hari pertama. Esoknya ia mencari pekerjaan dan mendapatkannya. Ia bekerja sebagai pengedar Koran. Gajinya cukup untuk makan dan minum 2kali sehari. Selanjutnya, pada hari ke-3 sampai pada hari ke-8, ia mencari Bach, namun tak juga menemukannya. Pada hari kesembilan, saat sedang mencari abangnya, ia melihat seorang bapak ditarik paksa oleh 3 orang pria. Ia segera menolong bapak itu dan menghajar ketiga pria yang menariknya. Kegiatannya di kampung dulu telah membentuk otot yang kuat sehingga, ia menang melawan 3 orang pria tersebut. Bapak yang ia tolong pun berterimakasih dan memberikan beberapa lembar uang padanya. Ia menerima dengan agak sungkan.
            Tak lama setelah kejadian itu, 3 pria tadi datang bersama 5 orang lainnya. Juha dihajar dan dibawa kesuatu tempat. Rupanya ia sedang berhadapan dengan teroris, ia sudah babak belur di markas mereka. Ketika kepala Juha hendak ditembak, seseorang segera member perintah untuk tidak menembaknya. Ternyata dia adalah wakil kepala teroris. Juha menatap orang itu. Juha kaget. Ternyata dia adalha Bach, abangnya.
 

            Juha kini menjadi tangan kanan Bach dan sekali lagi Juha kalah dari abangnya. Juha yang dulu baik, mau menolong kini berubah menjadi Juha yang kejam. Mereka membunuh, merampok, mengedar ganja, meracik bom, dan melakukan tindak kriminal lainnya. Juha melakukan semua itu karena abangnya, abang yang ia sayangi.
            Pada suatu hari, Bach diberikan tugas tingkat-S, artinya bahwa itu adalah tugas tingkat tinggi. Ia harus membunuh seorang Jendral bintang 4 tanpa meninggalkan jejak. Ia menerima tugas itu. Bach kemudian mencari dan menemukan targetnya, ia sedang sendiri. Bach lalu menyergapnya dari belakang dan membunuhnya, sayangnya perbuatannya ketahuan oleh 3 bodyguardnya. Mereka segera melapor polisi, Bach pun berusaha menyelamatkan diri, namun ia terkena sebuah tembakan di lengan kanan. Tapi pada akhirnya ia berhasil lolos. Sesampainya Bach dimarkas, , bach bukannya dipuji, tetapi ia dibunuh oleh bos karena pembunuhhannya ketahuan. Mayatnya dibuang ke sungai. Juha tidak tahu karena pada saat itu ia sedang dalam misi.
            Juha tidak tahu bahwa abangnya dibunuh. Setiap ia tanya pada anggota atau bos, mereka pasti menjawabkalu Bach pergi ke luar negeri. Juha terus curiga, ia selalu mencari tahu keberadaan Bach, tapi tetap tak ketemu. Sampai pada suatu hari, saat ia dirumah dan menonton berita, ia melihat sebuah mayat ditemukan di sungai dan mayatnya dibawa ke rumah sakit. Ia segera pergi ke rumah sakit tersebut. Ia mendapati bahwa mayat dari sungai itu adalah abangya “Bach”. Ia menangis menjadi-jadi saat itu. Dengan hati yang terbakar amarah ia kembali kerumah, melengkapi diri dengan senjata lalu menelepon polisi. Ia tahu bahwa yang membunuh Bach pasti bos, maka ia pergi ke markas. Ia menembaki penjaga pintu. Ia membunuh banyak anggota didalam markas, tanpa terkena luka sedikitpun, ia kemudian mendobrak ruangan bos, didalam terdapat 5 bodyguard bos. Ia menembaki kelimanya tapi juha juga terkena 3 tembakan di perut. Juha terkapar, saat bos hendak menembaknya, bos tiba-tiba ditembak polisi yang datang dari pintu. Rupanya Juha menelepon polisi untuk membocorkan lokasi markas. Semua teroris yang mati dan yang terluka pun dievakuasi.
            Juha kemudian dioperasi untuk diambil peluru yang bersarang diperutnya. Setelah keadaan Juha pulih. Ia disidang dan dihukum penjara seumur hidup.
            Masih 1 tahun ia dipenjara ia tiba-tiba dibebaskan. Ternyata bapak yang ditolongnya saat disergap 3 pria itu yang menjaminnya. Bapak itu adalah seorang yang berpengaruh di Indonesia.
            Juha pun kini bekerja sebagai Densus 88 anti-teror. Ia menjinakkan banyak bom dan berjasa besar bagi banyak penangkapan teroris.


Rabu, 03 Oktober 2012

A little About Me

Ini adalah cerita pengalamku 3 tahun yang lalu, bukan karena apa-apa aku mengerjakannya melainkan karena tugas dari guru. Kita harus berjuang demi sebuah nilai, demi sebuah penghargaan , ya kan? Nah untuk itulah aku menerjakan ini, demi sebuah nilai , demi sebuah penghargaan.
                Cerita ini dimulai dari aku kelas 2 SMP tiga tahun yang lalu, pertannyaan kalau 3 tahun yang lalu aku kelas 2 SMP , berarti sekarang aku kelas? Jawablah sendiri. Pertama masuk kelas 2 SMP, sekolah kami tepatnya SMP N 3 tarutung, kepala sekolah mengumumkan pembagian kelas para pelajar. Aku masuk kelas unggulan lagi, rasanya wajar saja. Aku memang sedikit unggul kalau soal otak di sekolahku, dan yang kurasakan tak ada persaingan di sekolahku (hm.. bkn sombong). Hari-hari seperti biasa saja, belajar, maen-maen, begitulah setiap harinya. Di sekolah gak pernah remedial, nilai diatas 90 terus. Pokoknya semuanya biasa aja. Gak ada yang menarik.
                Nah, ketika naik kelas 3 SMP, kami lah yang memplonco kelas satu. Selesai plonco seperti saat kelas 2, pembagian kelas, dan masuk kelas unggulan lagi, udah biasa. Tapi hari-hariku sudah tak biasa lagi, ada anak kelas satu yang aku taksir. Cewek yang bisa  membuatku tak konsen belajar ini bernama Christina, Christina Simanullang. Saat kutanya pendapat teman-teman, mereka bilang ia biasa saja. Tapi penglihatanku mengatakan ia cantik. Aku memang minus 1.5 , tapi aku sudah pake kacamata dan tak mungkin salah lihat. dia memang cantik. Aku sampai tak bisa bertahan di semester 5, aku terlempar ke rangking 12.
                Nah, setelah tamat kelas 3 SMP, aku berniat melanjut di tarutung, tapi orangtuaku tak setuju. Mereka mendaftarkanku di Yayasan Soposurung ini, SMA terbaik di Tapanuli dan merupakan salah satu SMA terbaik di Indonesia. Artinya untuk masuk kesini diperlukan pengorbanan yang tidak kecil. Yang mendafter ada sebanyak 10.000-an orang, dan yang lolos nilai raport hanya 1564 orang. Ada 4 tahap test yang harus dilalui, tes Akademik, tes IQ, tes Kesehatan, dan tes SMAPTA. Tes pertama adalah akademik. Saat tes dimulai aku tak melakukan persiapan apapun. Tapi dari soal yang kukerjakan, soalnya tak terlalu sulit, aku yakin aku lolos. Dan benar saja aku memang lolos. Setelah tes akademik selesai peserta yang tersisa tinggal 350 orang. Persaingan yang ketat memang. Nah tes tahap kedua adalah SMAPTA(fisik) , IQ, dan kesehatan. Kami diberi waktu kuira-kira 7 hari sebelum tes tahap kedua.
                7 hari kemudian…
                Tes pun dimulai. Aku kewalahan saat tes SMAPTA, aku ragu bisa masuk ke sini. Aku stress, emosiku tak terkendali. Sampai-sampai aku menbuat nangis mama yang kusayangi. Aku sangat menyesali perbuatanku itu, dan aku ingin sekali minta maaf , tapi sampai sekarang aku masih belum menyampaikannya, walaupun sepertinya mamaku sudah melupakan masalah itu, tapi aku tetap tak bisa tenang.
                Tibalah masa penantian, menanti hasil dari semua tes. Waktu penantian kira-kira 1 bulan, dan aku menghabisakan waktu itu dengan bermain dan bermain di Medan, rumah maktua-ku(orang batak coy). Berusaha untuk tak mengingat dia lagi.
                Pengumuman pun keluar, dan aku lulus di SMA ini. Aku sangat senang bercampur haru, dan segera saja pulang ke Tarutung. Mempersiapkan segala keperluan, sebab kami akan diasaramakan. Dari 350 peserta, 90 orang masuk asrama, dan sisanya anak non-asrama. Dari SMP-ku ada 3 orang yang masuk Yasop ini.
                Masa plonco pun dimulai, dan ini masa yang paling mengerikan, yang memplonco adalah kelas 2 dan kelas 3, disertai 3 orang marinir yang menakutkan awalnya. Masa plonco selama 7 hari, dan terasa 7 minggu. Kami semua jadi hitam, dan ada yang tambah gemuk dan ada yang mengurus. Hari-hari mengerikan masih belum selesai, kami masih dikarantina selama 3 bulan. Tak boleh jajan diluar dan tak boleh pulang kerumah. Tujuannya agar terbiasa dengan kehidupan asrama. Kami 90 , berasal dari bermacam-macam daerah, ada dari Jakarta, dari Lubuk Pakam , dll.
                Di SMA ini, aku mulai merasakan mengerikannya dunia luar, semua orang pandai –pandai di asrama ini. Tak ada yang layak disebut bodoh disini. Persaingan sangat ketat, lengah sedikit saja habislah sudah. Begitulah yang kualami, aku masihlah sebuah sampah, belum ada apa-apanya. Semester 1 SMA, aku sangat sedih, aku jauh dibelakang. Begitupun semester 2 nya, kata kawan-kawanku aku orangnya cuek, apalagi sama tugas, aku selalu gak peduli. Tapi apa yang telah berlalu dapat menjadi pelajaran bagiku.
                Penaikan kelas 2 aku masih kelas Gamma, kami ada 3 kelas, Alpha, Betha, Gamma.Oke, di kelas 2 ini aku akan lebih rajin lagi...

Ehmm, aku mau menyampaikan kata-kata motivasi, agak lucu sih…. begini bunyinya
“ Live is like get rape, if you can’t fight it, enjot it “
“Hidup seperti diperkosa, jika kau tak bisa melawannya, nikmatilah”